"Kak Zara, udah dijemput tuh." kata Juno masuk ke kamarku.
"Iya, kakak pergi dulu ya?" kataku sambil merogoh beberapa lembar uang.
"Tolong meja makan dibersihin ya Jun. Jangan tidur malem-malem, besok sekolah."
"Iya... Kakak hati-hati ya. Semoga aja cowo yang ini gak perlakuin kakak kayak Kak Brian."
"Juno, nanti kalau kamu ketemu sama cowok ini, aku mohon jangan bahas-bahas soal Brian ya." aku berbicara serius kepada Juno.
Aku paham dia benar-benar mengkhawatirkan aku, namun aku juga jadi benar-benar gak mood mendengar nama itu disebut lagi. Juno mengangguk, lalu dia beralih ke depan televisi untuk melanjutkan gamenya. Aku menghela napas sebelum keluar dari pintu. Huf, semoga aja hubunganku dengan Bara bisa baik. Tidak seperti yang sebelum-sebelumnya.
Aku membuka pintu dan dahiku langsung mengernyit ketika melihat Bara sedang berkutat dengan handphonenya. Main game. Gamenya Juno. Bara menoleh ke arahku dan langsung mengangkat tangannya, mengisyaratkan untuk menunggunya sebentar. Aku mengangguk.
"Chris, Theo, ayo gue buka war." kata Bara pada headsetnya. Aku tidak memperhatikan apa yang sedang dia mainkan. Tapi melihat ekspresinya yang serius membuatku ingin mencubit pipinya. Aku baru sekali melihat Bara bisa seserius ini.
"Shit gue mati. Lanjutin, hancurin dulu towernya Ric." kata Bara. Bara menyadari bahwa aku memperhatikannya daritadi, dia tersenyum kemudian mencium pipiku.
"Sorry ya, aku selesain gamenya dulu." katanya. Aku mengangguk sambil tersenyum sambil mengecheck handphoneku, ada beberapa notification masuk, sampai aku tak sadar ternyata gamenya Bara sudah selesai.
"Kamu main game itu juga? Sama kayak adik aku." kataku sambil tertawa.
"Oh ya? Adik kamu suka main kayak gini?" tanya Bara tidak terkejut.
Aku mengangguk, "Kadang bisa nontonin orang di youtube bisa teriak-teriak, rela-rela ikutan tournament buat ketemu GPS, entahlah itu apaan."
Bara tertawa, "Kamu gak mau ajak adik kamu makan nih sekarang?"
"Ih ngapain! Nanti aja deh. Kita kan baru kenal." jawabku reflek. "Lagian nanti kamu malah main sama Juno. Aku ngapain dong?" aku pura-pura ngambek.
"Baru kenal tapiiii..." Bara mencium bibirku sambil tersenyum nakal.
"Bara! Nanti dilihat orang..." Bara hanya tertawa sambil menyetir mobilnya berlalu dari rumahku.
Sesampainya di restaurant, aku memesan beberapa makanan karen aku lagi laparrr banget dan baru gajian! Haha. Jadi aku gak akan khawatir dengan bill nya.
"Kamu makannya banyak juga ya.." kata Bara.
"Masa sih?" tanyaku sambil mengunyah, aku menutup mulutku.
"Zara, aku besok berangkat ke America." kata Bara membuatku nyaris tersedak.
"Hah ngapain?"
"Jalan-jalan sama temenku." jawabnya enteng.
Aku hanya meng-oh kan jawabannya. Aku hampir lupa kalo cowok didepanku ini bergelimang harta. Aku seharusnya sudah menyadarinya dari ketika dia menjemputku. Bahkan mobilnya kemarin dan hari ini pun berbeda. Mobilnya pun bukan mobil murah.
"Kamu kerja apa sih Bar?" tanyaku. Kali ini dia yang hampir keselek.
"Aku main-main doang kok." jawabnya.
"Jangan bohong gitu ah."
"Aku ada usaha sama temen-temenku, kebetulan sukses aja." kata Bara. Aku mengangguk, memang banyak sih sekarang pengusaha-pengusaha muda yang lebih sukses dalam hitungan bulan daripada yang sudah membangun bertahun-tahun tapi stagnan.
"Ohh, yang pegang keuangannya kamu?" tanyaku.
"Iya.. itu uang hasil bersama. Buat liburan besok juga. Aku menitipkannya di bank mu ya Zara Tricia. Tolong jagain." kata Bara melucu, aku jadi tersenyum mendengarnya memohon seperti anak kecil yang tak ingin kehilangan miliknya.
"Kalo kamu? Di rumah itu cuma sama adik kamu?" tanya Bara lagi tiba-tiba.
"Hmm iya. Mama papaku udah gak ada," kataku pelan. "Tapi itu rumah pribadi aku. Aku ikutan KPR di bank tempat aku kerja. Lumayan kan."
Bara mengangguk-anguk, "Aku suka nih cewek mandiri kayak kamu."
Aku tersipu malu mendengarnya, tapi memutuskan untuk tidak menjawab. "Abis ini mau ke mana?" aku bertanya.
"Hmm.. kemana ya? Enaknya kemana?" tanya Bara dengan senyum nakalnya. Bara mengangkat tangannya, meminta bill.
Aku mengambil dompetku, mengeluarkan beberapa lembar uang. Tapi gerakanku terhenti ketika Bara menegurku, "Kamu mau ngapain?"
"Bayar kan?"
"Gak usah, aku aja." kata Bara menyerahkan kartu kepada pelayan.
Aku jadi gaenak, "Eh jangan gitu dong." kataku.
"Nanti aja gantian kamu jajanin aku." kata Bara mengedipkan sebelah matanya.
Aku mengangguk tanda setuju. Kami menyelesaikan makanan dan pergi entah kemana Bara membawaku. Jalanan begitu macet malam ini, tapi bagus karena aku dan Bara jadi banyak bahan obrolan.
"Macet banget Zar, kita ke rumah kamu aja mau gak?"
"Ah ngga mau. Nanti km malah main sama Jumo."
"Aku justru mau mainnya sama kamu." kata Bara sambil mencium bibirku.
"Bara.. ini masih dimobil loh." aku berusaha meronta namun sia-sia karena aku ujung-ujungnya menahan napas ketika bagian sensitifku disentuh oleh Bara.
Ketika ada kesempatan untuk memutar balik, dengan cekatan Bara memutar balik dan menepi di hotel terdekat. Hotel terdekat di Bundaran HI. Bara menyewa jasa vallet sambil mengamit lenganku menuju resepsionis. Aku tidak memperhatikan segala sesuatu yang Bara katakan kepada receptionist tersebut. Yang kutahu, Bara langsung mendapatkan 2 buah kartu, kemudian membawaku ke kamar.
Sesampainya di kamar, Bara tidak langsung menyerangku karena melihat ekspresiku yang begitu takjub ketika melihat keluar jendela. Full kaca. Jadi rasanya aku bisa melihat Jakarta hanya dari sini. Bara memelukku dari belakang.
Lalu berbisik, "Zara Tricia, kamu mau gak jadi pacar aku?"
Sebelum aku bisa menjawab, Bara sudah membalikkan tubuhku dan mencium bibiku. Bibir kami secara otomatis menyatu ketika saling bertatapan. Seperti magnet. Tidak bisa lepas, sambil melucuti pakaian masing-masing. Entah kenapa, jika bertemu Bara memang selalu seperti ini yang terjadi. Kami akan selalu berhubungan jika ada kesempatan. Kurasa tadi di mobil pun kalau memang bisa, kami bakal melakukannya di mobil.
"Zara, kamu belum jawab pertanyaanku." kata Bara dengan napas yang terengah-engah. "Kamu mau jadi pacarku gak?"
Aku yang sedang kesulitan bernapas karena permainannya, hanya bisa mengangguk tanda setuju. Bara tersenyum dan melanjutkan kegilaannya. Sampai tak terasa sudah pukul 3 dini hari. Kami berusaha untuk tidak tidur. Padahal capek setengah mati.
"Akhirnya aku bisa tidur di pesawat nanti," kata Bara.
"Aku kerja. Sialan." kataku memukul kecil dadanya.
"Yaudah gausah kerja sayang kalau kamu capek." kata Bara enteng.
"Kalau aku males-malesan, Juno gak bisa sekolah.."
Bara diam sejenak, "Oh iya.. Omong-omong, kapan aku dikenalin sama adik kamu?" tanya Bara.
"Masa sekarang?" candaku sambil tertawa.
"Nanti kamu pulang dari Amerika ya." kataku mencium bibirnya. "Omong-omong.. emangnya, kita pacaran gini gak kecepetan? Baru 2 hari ketemu.."
"Tiga. Kita ketemu 3x." kata Bara. Dia melanjutkan, "Gak sih. Aku tiba-tiba suka banget aja waktu ketemu kamu di Yogya. Aku bahkan gak bisa berhenti mikirin kamu. Ngerasa tolol banget main cium terus ajak kamu begituan tanpa nanya nama dan nomor kamu lebih dulu."
"Itu sih kamunya aja yang fakboy."
"Gak kok! Bukan begitu... Serius aku tiba-tiba ngerasa tertarik aja. Dan kamu selalu bisa narik perhatian aku."
Gantian aku yang tidak menjawab, tersipu malu dan berusaha mengalihkan pembicaraan. "Kamu flight jam berapa?" tanyaku.
"Jam 5." Bara menjawab sambil mengenakan pakaiannya. "Kamu gak siap-siap?" tanya Bara lagi.
"Kantorku kan tinggal jalan kaki dari sini." jawabku santai.
"Lah? Gak mandi??"
"Aku tinggal beli celana dalam baru di mini market 24 jam. Mandi bisa di sini, dan aku ada seragam cadangan di kantor." jawabku lagi.
"Hm.. Bisa satu ronde lagi dong?" tanya Bara.
Aku tersentak begitu Bara tiba-tiba mendekat lagi sambil menyeringai, "No! Malah menurutku kamu harus berangkat sekarang ke airport. Emang kamu udh packing dan lain-lain?"
"Udah. Di mobil semua barangku. Aku udah tau gak akan sempet pulang lagi kalau aku ketemu sama kamu." kata Bara mengedipkan sebelah matanya. "Aku berangkat deh. Kamu gak apa-apa aku tinggal di sini? Mau ganti kamar gak? Ranjangnya kamu basahin tuh daritadi."
"Gausah.. Aku juga gak akan tidur kok."
"Oke deh. Aku pergi dulu ya sayang. Semangat ya kerjanya." Bara mencium bibirku sekilas.
"Safe flight Bara." Bara tersenyum padaku sebelum menutup pintu kamar hotel.
Selepas Bara meninggalkanku, aku berjingkat-jingkat sendiri karena senang. Rasanya punya pacar lagi sungguh mendebarkan.