HinovelDownload the book in the application

Setelah Kairo Pulang

Sekitar tengah malam aku sampai ke rumah, berjalan berjingkat-jingkat supaya gak ditanya-tanyain. Capek. Padahal duduk sama main PUBG doang.

"Anak mama ganteng akhirnya pulang juga." nyaris saja aku lompat saking terkejutnya. Lagi gelap-gelap gini tiba-tiba suara mama nyaring banget.

Aku nyengir, memeluk mamaku. Semoga mama gak tahu kalau aku banyak dosa selama di Jakarta. Feeling emak-emak kuat soalnya coy.

"Ngapain ajaa di Jakarta? Kamu gak nakal kan sama Marc?"

"Nggaak.. Cuma jalan-jalan doang banyakan." jawabku.

"Gak ke bar atau ke club kan?"

"Nggak mama.." aku bohong. Aku ke bar sama Marc dan Kenny.

"Nemenin Marc ke universitas mana ajaa?"

"Hampir semuanya ma, yang di Jakarta Barat, di Semanggi, di Serpong juga aku lihat-lihat buat pendaftarannya. Bagus-bagus, aku juga ambil beberapa brosurnya.."

Aku merebahkan diri di sofa, meletakan barang-barangku begitu aja.

"Yaah.. tapi kan kamu mau kuliah di Aussie nemenin Kak Uno."

Sekelebat rasa kecewa direlungku. Aku sungguh gak ingin ke Aussie setelah kenal dengan Kenny ini. Apalagi kita sekarang pacaran. Entah akan bertahan berapa lama, yang jelas aku ingin mencoba bilang mau kuliah di Jakarta. Kali aja mama luluh dan bolehin aku.

"Aku pengen di Jakarta sama Marc aja ma, boleh ga? Nanti aku izin sama ayah.." ujarku pelan. Sepelan mungkin, semelas mungkin.

"Loh kok tiba-tiba pengen ikutan Marc? Dipanas-panasin ya?"

"Ya aku kan gak ada temen selain Marc, rasanya males kalau harus nyesuain diri dan cari temen baru.."

"Lebih baik di Aussie, ada Kak Uno, nanti bisa dicariin teman. Ada yang ngawasin kamu juga. Kalau di Jakarta? Yang ada nanti kamu suruh Marc bohong sama mama."

Aku menghela napas, agaknya bakal susah nih merayu mereka.

"Kairo pengen di Jakarta.."

"Kenapa emangnya? Kan enakan di Aussie ceweknya cantik-cantik."

"Gak mau cewek, maunya sama Marc." jawabku sambil cemberut.

"Curiga mama sama kalian lama-lama. Jangan-jangan kalian pacaran ya??"

"Apaan sih. Semuanya aja nuduh Kai sama Marc pacaran!" makin cemberutlah aku. Gak di sekolah, gak Kenny, sampe mama pun ngiranya aku dan Marc pacaran. Emangnya kita sehomo itu apa kelihatannya?

"Lagian ngomongnya begitu. Nempel terus pula sama Marc."

"Pokoknya gak mau!"

"Kairo mau ikut Marc aja di Jakarta."

"Ya sana gih try your best ngerayu si ayah."

Ini dia nih permasalahan utamanya. Si ayah. Meski dia bukan bapak kandungku, tapi dia yang bertanggungjawab mengeluarkan uang untuk studiku sampai selesai. Apalagi dia yang bilang kalau dia maunya aku di Aussie untuk nemenin anaknya.

"Ngerayu apa?"

Aduh mampus gua. Si ayah keluar.

"Ini.. Anu.. Hmm.." aku gagap cuma di depan 2 orang, ayah dan Kenny.

"Ka-Kairo mau kuliah di Jakarta aja sama Marc."

"Jurusan apa?"

"Marc ekonomi, aku.. aku mau coba teknik mesin."

"Udah lihat universitasnya?

"Udah."

"Gak coba yang di Bandung? Yang khusus untuk jurusan teknik."

"Maunya di Jakarta, Jakarta Barat. Sebenarnya lebih bagus teknik perminyakannya, tapi aku pengennya teknik mesin." jawabku.

"Yaudah oke. Coba test aja sana."

Aku agak-agak gak percaya mendengar omongan ayah yang lolos begitu saja mengiyakan keinginanku.

"Beneran?????" berbinar-binarlah aku jadinya.

"Kan bisa lebih hemat buat tempat tinggalnya, bisa bareng sama Marc. Apa mau kost sendiri?"

"Gak! Maunya sama Marc aja."

Mama langsung meliriku dengan tatapan curiga. Benar-benar orang tua ini.

"Yaudah. Besok kita omongin lagi. Tidur sana istirahat."

Aku berdiri, semangat mengambil tasku dan berjalan ke kamar. Senangnya! Aku bakalan kuliah di Jakarta! Bisa ketemu Kenny terus!

***

*KENNY'S POV*

Aku mengernyit. Mobil siapa bertengger di depan rumahku? Gak pernah aku melihat mobil ini sebelumnya? Kulihat kiri dan kanan, nihil. Tak ada siapa-siapa. Apa.. Adrian masih di sini? Dia menerima tamu?

Semakin mendekat ke arah pintu, sayup-sayup aku mendengar suara yang asing tapi juga tak asing. Yang jelas kudengar suara Adrian, tapi dengan siapa?

Perlahan, aku memutar kenop pintu yang tak terkunci.

Tanganku gemetar, tapi apa boleh buat.

Tubuhku menegang seperti tersengat listrik melihat pemandangan menjijikan di depan wajahku kini.

"Adrian?" suaraku nyaris tak terdengar. Tenggorokanku serasa tercekik.

Kedua insan yang sedang saling mengulum bibir itu tersentak dan reflek berhenti, mereka langsung duduk tegak. Hanya melihat mereka ciuman saja, begitu panas jiwa dan ragaku. Ingin kubakar mereka hidup-hidup.

"Ke-Kenny.."

"Ka-katanya nginap?" dia terbata-bata menjawab pertanyaanku. Kuharap kamu gagap beneran selamanya deh Dri.

"Ngapain di sini?" tanyaku ketus, tanpa lupa untuk berusaha kesar agar gak mengamuk dan menangis. Entah dari mana aku mendapat kekuatan menahan diri seperti ini.

"Pergi sana. Ini bukan hotel." aku menambahkan.

Aku melirik wanita yang bersamanya. Jam tangannya mahal sekali. Tasnya pun keluaran Louis Vuitton edisi terbatas, ada inisial di pojok tasnya. Tapi gak kelihatan inisial huruf apa. Rambutnya berwarna wine, dan terlihat begitu berkelas.

Cih. Berkelas.

"Aku pulang sendiri aja." kata wanita itu segera beranjak, wajahnya terlihat sedikit memerah. Baguslah kalau masih punya malu.

Adrian mengangguk, "Besok ketemu di kantor ya,"

Sudah kuduga.

Itu ternyata si 'teman kantor' yang mau dia nikahin? Benar-benar hatiku rasanya yang diiris.

"Ngapain lo masih di sini?!" aku jadi emosi melihat dia masih bertengger bodoh di ranjangku.

"Ken.."

"Apa?!" bentakku.

"Kamu pacaran sama bocah tadi?" Adrian berjalan mendekat. Aku bisa merasakan hangat tubuhnya, sampai terasa gerah. Dia seperti membawa hawa gak enak, membuatku jengah.

"Haha. Habis ketangkap basah, langsung mengalihkan pembicaraan ya?"

"Iya, dan BOCAH itu gentleman. Kenapa?" jawabku penuh penekanan di kata 'bocah'. Sengaja untuk menyindir Adrian.

"Aku gak suka melihatnya."

"Urusanmu apa?"

Tangannya menarik pinggangku tiba-tiba, memaksaku mendekat. Aku menepisnya, "Lepas. Aku sumpah jijik banget sama kamu Dri. Menuduh aku main belakang, sendirinya berlaku kayak begitu."

Adrian tak lagi menjawab dan melepaskanku. Matanya berkilat, dia terlihat begitu kesal sampai tak bisa menjawabku. Aku yakin dia malu karena tertangkap basah, dia tak melawan sama sekali.

"Silahkan pergi." ujarku dingin.

"Lanjutin gih sama cewek itu."

"Dan tolong, jangan kembali lagi. Aku tunggu undangan darimu."

"Ken.. aku-"

"Adrian," aku menyebut namanya dengan nada bicara yang rendah, menunjukkan bahwa aku serius.

"Pergi. Tolong. Jangan kembali lagi. Aku bakalan antar barang-barang kamu yang ada di sini nanti bareng pacarku."

Adrian diam sebentar, lalu bergerak keluar dan menutup pintu rumahku dengan kasar. Buru-buru kukunci pintunya sebelum aku luruh dan menangis. Menahan rasa sakit.

Aku memang terlihat tegar dan pemberani. Tapi percayalah, sakitnya luar biasa melihat orang yang kita sayang mengkhianati kita. Sudah kuduga, karena menikah itu bukan sesuatu yang bisa dilakukan begitu saja kecuali dijodohin. Dan hari ini terbukti seluruhnya, mereka ada hubungan di belakangku. Aku menyesal tak menyadarinya lebih awal.

Tapi aku bersyukur, karena aku dipertemukan dengan Kairo. Entah kenapa aku bisa begitu mudahnya menaruh hati pada orang itu. Mungkin ini petunjuk Tuhan. Mungkin, kalau tidak ada dia yang membuatku sedikit berbunga-bunga seperti sekarang, aku akan lebih hancur daripada ini.

Aku sedih, tapi ini tidak akan berlangsung lama karena ada Kairo yang akan mengisi hariku.

Download stories to your phone and read it anytime.
Download Free