"Gak ah! Gak mau ikutan kalau yang kayak begitu!" aku menggerutu.
Marc ini dari hari ke hari permintaannya ada-ada aja. Waktu itu tato, sekarang dia sudah jadi perokok, lalu baru aja dia ngajakin aku dugem. Aku gak pernah ngalamin yang seperti itu.
Aku pernah minum wine di Australia karena waktu itu dingin banget dan wine memang ngebantu buat menghangatkan tubuh. Tapi itu beda karena wine yang kutenggak bukan untuk bikin aku mabuk.
"Yaudah. Orang gue mau pergi sama Kenny, dia yang ajakin."
Aku diam-diam kesal.
Kapan dia ngajaknya?
Kok aku gak tahu?
Dan kenapa malah mengajak Marc, bukannya aku?
"Lagian bego banget sih siapa juga yang ngajakin ke tempat dugem."
"Ya gue udah lihat di google, menurut gue ya sama aja. Kayak tempat dugem."
"Ini tuh live music! Live music bodoh. Bar. Bukan tempat dugem. Kalau tempat dugem mah kita harus bayar mahal buat bisa duduk, ini kayak restaurant."
Masa sih?
Aku gak percaya sama Marc.
Pasti dia mau menjerumuskan aku yang nggak-nggak.
"Gak mau?" tanya Marc sekali lagi.
Aku menggeleng, ragu. Tapi tetap menggeleng. Aku gak mau masa remajaku rusak cuma gara-gara aku suka sama Kenny.
"Yaudah. Awas kalau nyusul."
Aku cuma bisa memperhatikan Marc yang menghilang di balik pintu. Penyesalan mulai terasa, tapi aku gak boleh kalah!
***
"Pesen apa Kai?" tanya Kenny setelah memesan beberapa minuman untuk dia dan Marc.
Akhirnya aku ikut. Nyusul Marc.
Cuma gara-gara ada Kenny.
Sialan dia. Aku kalah melawan diri sendiri.
Aku kebingungan, "O-orange juice aja.. atau peach tea."
Hueee rasanya mau mati ngeliat ekspresi wajah Kenny yang nyaris tertawa. Aku idiot banget kesannya.
"Kamu suka peach?"
Aku gak berani menatap wajahnya, jadi mengangguk aja asal. Aku bukannya suka, tapi asal gak alkohol. Udah gitu aja.
"Hmm kalau gitu mau pesan peach beer, 1 ya?"
"Oke baik." sang pelayan menuliskan catatan dan menjauh dari kami.
"Loh kok beer?" tanya aku bingung.
"Cobain dulu. Gak akan bikin mabok kok dan rasanya manis."
Aku diam, lagi-lagi.
Kenny dan Marc tenggelam dalam pembicaraan yang dia gak mengerti sampai beer-nya datang.
"Coba minum?" kata Kenny tersenyum.
"Ah? Gapapa nih beneran?"
"Iyaa coba aja."
Aku mencoba menenggaknya.
Satu kali.
Dua kali.
Tiga kali.
"Enak?"
Aku mengangguk girang!
Enak banget!!!
Gak ada rasa pahit yang kuat.
Rasanya ya peach. Pahitnya paling cuma 1% dan enak kenapa malah membuat rasa peachnya semakin strong.
"Kai bentar ya? Lo sama Kenny gapapa kan?"
"Mau ngapain?" tanyaku panik melihat Marc beranjak.
"Deketin cewek lah! Masa di Jakarta lama-lama gue gak boleh pdkt sama cewek?"
Aku gak bisa jawab karena Marc emang kemana-mana ya sama aku. Kasian juga dia kalau gak punya waktu buat cari teman di Jakarta.
"Bye. Ken gue titip bayi yang satu ini ya. Good luck!" kata Marc sedikit berteriak.
Sialan!
Aku malu.
"Nih cobain yang ini." kata Kenny setelah melambaikan tangan ke Marc, dia menyodorkan segelas kecil minuman.
"Aku belom pernah minum alkohol selain wine."
"Cobain, biar gak norak nanti kalau udah sama temen-temen kampus. Mumpung gue ngejagain lo nih."
Ah iya benar juga ya.
Aku mencoba minuman yang dituangkan Kenny dari botol hijau itu. Sedikit, tapi rasanya panas di tenggorokan. Terasa sampai hidung.
"Gimana?"
"Nusuk sampe idung baunya."
"Ini namanya alkohol." kata Kenny.
"Kalau ini, rokok." dia menyodorkan sekotak rokok di depan mejaku.
"Kalau gitu doang mah gue tahu. Emangnya gue keliatan goblok banget apa?" tanya sadar aku mendelik kesal dan membuat Kenny tertawa.
Tapi anehnya, Kenny ketawa tidak berhenti-henti. Memaksaku minum berkali-kali. Inikah yang namanya mabuk?
"Kenny? Mabok ya?"
"Dikit.." jawabnya tersenyum.
"Kenapa? Minum lagi dong biar gue ada temen maboknya."
"Jangan, nanti yang nyetir pulang siapa?"
"Oh iya lupa. Marc mana ya?"
Ah iya!
Aku jadi lupa sama Marc.
"Tunggu sini ya? Gue cari Marc dulu."
Kenny mengangguk dan menenggak minumannya lagi. Aduh ini bagaimana dong?
Aku menyesal ikut ke sini.
Tapi kalau aku gak ikut... Kenny minum banyak dan mabuk begini siapa yang jaga? Marc pun menghilang.
Aku berjalan mengelilingi tempat ini perlahan-lahan sambil mencari Marc. Bahkan ke dalam toilet.
Nihil.
Marc gak ada dimana-mana.
Jangan-jangan....
Aku langsung berlari ke arah parkiran mobil untuk mengecheck.
Wah. Benar-benar si Marc ninggalin aku sama Kenny.
Lalu aku pulang naik apa????
Aku kan gak tahu jalan.
Dengan langkah gontai aku menghampiri Kenny. Aku memperhatikan wajahnya yang begitu kesal sambil berkutat dengan handphonenya.
"Marc ninggalin kita..." kataku menyentuh bahunya.
Aku terkejut dengan reflek Kenny yang menepis tanganku.
"Eh... Yaampun kupikir siapa. Maaf Kai." kata Kenny memegang kepalanya, dia tadi tidak menyadari bahwa aku yang nenyentuhnya.
"Lagi ada masalah ya?"
"Begitu deh."
"Yaudah, ayo pulang. Naik taxi aja. Gue anterin lo dulu." kataku merapikan barang-barang Kenny.
"Loh? Marc mana?"
"Dia ninggalin kita. Sebentar ya gue bayar dulu."
Dalam hati aku menggerutu begitu melihat berapa harga yang harus aku keluarkan untuk hari ini. Super duper menguras tabunganku. Aku harus bekerja keras untuk mendapatkan uang segini banyaknya dan terbuang sia-sia untuk sesuatu yang hanya kuminum sedikit. Bajingan Marc, akan kubalas dia.
Aku menaruh kembali dompet ke dalam tas kecilku. Gak suka membawa dompet di kantong belakang karena aku sering kecopetan.
"Ken?" aku menyentuh bahunya.
Dia terkapar, padahal aku baru tinggalin dia sebentar.
Aku harus kemana nih?
Diam-diam aku membuka handphonenya. Entah mencari apa.
Alamat rumahpun gak mungkin ada kan di dalam handphonenya?
Masa aku bawa dia ke studio tatonya?
Mau tidak mau. Suka tidak suka. Akhirnya aku dan Kenny pergi naik taxi dan berakhir di depan studio tatonya. Susah payah aku membopong Kenny sambil merogoh isi tasnya untuk mencari kunci yang pas dengan kunci pintu studio ini sampai bisa terbuka.
Aku membopong Kenny agar rebahan di sofa ruang tunggu sambil setengah menyeret tubuhnya. Susah banget ternyata membopong orang mabok, beratnya bisa jadi 2x lipat! Untung aku rajin nge-gym.
Dia terus menggumam hal yang aku gak mengerti, "Ken? Ken bangun. Nih minum dulu susunya."
Aku ide aja sih itu. Beli susu waktu melihat ada mini market di pinggir jalan. Biasanya di film kalau orang mabuk dikasih susu kan?
Kenny membuka matanya perlahan, melihatku. Dia meraih susunya. Bukannya diminum, malah dipelototin.
"Kai.." katanya.
"Hm? Minum susunya. Biar agak seger."
Tiba-tiba Kenny menarik kerah bajuku sampai wajah kami berdua berhadapan.
Otakku loading sejenak tapi begitu melihat wajahnya dari dekat, sinyal otakku mulai bekerja. Wah bahaya ini. Mayday! Mayday!
"Biar gak norak nanti kalau udah punya pacar." ujar Kenny.
Aku mengerutkan dahiku, gak ngerti apa yang Kenny katakan sampai akhirnya entah kenapa aku memejamkan mata.
Merasakan basah dibibirku.
Lembut. Seperti lagi makan yupi.
Ini toh ternyata rasanya ciuman?..
EH! Ciuman??
Begitu tersadar, aku langsung menarik diriku. Kaget setengah mati. Kenny di depanku tersenyum, tangannya terulur mengusap rambutku lembut.
"Tapi jangan nakal ya? Gak boleh ngelakuin yang lebih dari itu sama cewek lain."
Dengan wajah idiot, aku mengangguk. Wajah kita masih sangat dekat. Rasanya aku ingin menciumnya lagi...
Gak.
Gak.
Tidak Kairo.
Dia bukan pacarku.
Aku langsung berdiri ke toilet. Diam beberapa saat sampai kira-kira waktunya cukup untuk Kenny supaya tertidur di sofa.
Aku menghela napas melihatnya beneran tidur ketika keluar dari kamar mandi.
Jantungku berdebar-debar tidak berhenti. Sebagai laki-laki, aku sebenarnya malu. Kenny pasti sudah lebih berpengalaman dalam hal seperti itu. Sedangkan untukku... itu adalah ciuman pertama.